Perlu Kacamata Positif
Hidup tidak selamanya mudah. Tidak sedikit kita saksikan orang menghadapi
kenyataan hidup penuh dengan kesulitan. Kepedihan. Dan, memang begitulah hidup
anak manusia. Dalam posisi apa pun, di tempat mana pun, dan dalam waktu kapan
pun tidak bisa mengelak dari kenyataan hidup yang pahit. Pahit karena himpitan
ekonomi. Pahit karena suami/istri selingkuh. Pahit karena anak tidak saleh. Pahit
karena sakit yang menahun. Pahit karena belum mendapat jodoh di usia yang sudah
tidak muda lagi.
Sayang, tidak banyak orang memahami kegetiran itu dengan kacamata positif.
Kegetiran selalu dipahami sebagai siksaan. Ketidaknyamanan hidup dimaknai
sebagai buah dari kelemahan diri. Tak heran jika satu per satu jatuh pada
keputusasaan. Dan ketika semangat hidup meredup, banyak yang memilih lari dari
kenyataan yang ada. Atau, bahkan mengacungkan telunjuk ke langit sembari
berkata, “Allah tidak adil!”
Begitulah kondisi jiwa manusia yang tengah gelisah dalam musibah. Panik.
Merasa sakit dan pahit. Tentu seorang yang memiliki keimanan di dalam hatinya
tidak akan berbuat seperti itu. Sebab, ia paham betul bahwa itulah konsekuensi
hidup. Semua kegetiran yang terasa ya harus dihadapi dengan kesabaran. Bukan
lari dari kenyataan. Sebab, ia tahu betul bahwa kegetiran hidup itu adalah
cobaan dari Allah swt. “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu,
dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan.
Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (Al-Baqarah:
155)
0 comments:
Post a Comment